Minggu, 23 Agustus 2009

Game Asyik Buatanku


Warung internet (warnet) di ujung Jl Pejaten Raya, Jakarta Selatan, itu selalu tampak ramai. Motor-motor bergantian memenuhi ruang parkir di depannya. Terkadang beberapa remaja turun dari sebuah mobil bergegas masuk ke dalam bangunan dua lantai tersebut.

Di lantai pertama, terlihat jelas deretan pengunjung asyik berselancar menjelajahi informasi di internet. Sayup-sayup terdengar suara berisik dari lantai dua. Ternyata di dalamnya remaja-remaja itu berjejer, sibuk menggerakkan mouse, sementara tangan yang lain lincah menekan tombol pada keyboard. Suara desingan peluru atau musik-musik ceria memenuhi ruangan. Mereka tengah asyik bermain video game.
Video game, sebuah permainan interaktif yang dapat dimainkan dengan komputer ataupun console khusus seperti Playstation atau XBox, sudah menyihir jutaan remaja Indonesia saat ini. Para gamer (sebutan bagi penggila game) menghabiskan waktu berjam-jam menatap layar berisi gambar dinamis di depan mereka.

Game bukan sekadar permainan lho. Kalian udah baca berita yang dilansir www.yahoo.com? Di situ disebutkan bahwa ada sederet remaja yang meraup banyak dolar melalui game. Tidak hanya dari memainkannya seperti Bryan 'Legit' Rizzo, pemuda 19 tahun yang memenangkan sekitar 60 ribu dolar dalam game Halo, tetepi juga dari game yang mereka buat lho.

Lihatlah Slutz, remaja 17 tahun dari Ohio, Amerika, yang berhasil memenangi kompetisi pembuatan game yang diadakan Electronic Arts. Ia membuat game berbasis musik: Rhythm.

"Kita ini kumpulan orang-orang yang suka game dan punya impian untuk membuat game sendiri," ujar Teguh Budi Wicaksono, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).

Bersama 18 temannya yang bergabung dalam CV Agate Studio, Teguh telah membuat beragam game tuh. Pada 2007, Teguh dan teman-temannya berkumpul untuk mengerjakan sebuah proyek pembuatan game.

Saat itu mereka terpicu dengan lomba-lomba terkait game buatan sendiri. Karya pertama mereka, Ponporon --berupa kumpulan mini game dengan tokoh-tokoh lucu dan imut. Kemudian berlanjut dengan pembuatan game yang lebih kompleks, seperti Twilight --game tiga dimensi yang memiliki alur cerita.

Bagi Teguh, membuat game sendiri memberikannya kepuasan. "Aku pengin lihat reaksi orang setelah memainkan game kami," kata dia.

Tetapi, Teguh menemukan tak sekadar kepuasan dari para gamer. Tahu sendiri kan.... "Ini juga bisa menghasilkan uang. Kita pernah membayar seorang anak SMA dari Magelang untuk menggarap musik dalam game kami," kata Teguh.

Bagi pembuat game, mereka perlu melakukan promosi ke berbagai pihak lho. "Tapi, untuk di Indonesia kurang bagus pasarannya, makanya lebih banyak dijual di luar, yang lebih menguntungkan," ujar Teguh.

Untuk setiap jenis game, cara menjualnya pun berbeda. Untuk game yang dibuat lewat software Flash, jauh lebih mudah pemasarannya. Pembuat game, jelas Teguh, bisa menawarkan game mereka lewat portal-portal penyedia game sederhana di internet.

Jika game itu menarik dan disetujui, maka rupiah demi rupiah akan mengalir sesuai dengan banyaknya orang yang memainkan game tersebut. "Game Flash ini mudah membuatnya dan lebih cepat mendapatkan uang," ujar Teguh. Untuk membuat game tersebut, hanya dibutuhkan waktu dua minggu hingga dua bulan karena bentuk permainannya yang sederhana.

Untuk game yang lebih rumit, penjualan bisa dilakukan via e-mail. Praktis kan, cukup ditawarkan dari rumah.

Awalnya pembuat game akan membuat prototipe dengan fitur lengkap. Lalu dengan contoh rancang bangun itu, mereka akan mengirim surat eletronik kepada sponsor. Jika berhasil, maka beragam kesepakatan akan terjalin. "Salah satu game kita dibeli dengan harga mencapai lebih dari Rp 15 juta," ujar Teguh. kim


Membuat Game Itu Mudah

"Tidak perlu orang dengan latar belakang informatika untuk membuat game," ujar Aditia Dwiperdana, mahasiswa ITB yang juga tergabung dalam Agate Studio.

Beberapa orang yang tergabung dalam perusahaan game developer asal Bandung itu justru berasal dari beragam latar belakang. "Untuk desain karakter malah orang dari seni patung dan untuk modeling dari jurusan matematika," kata Aditia.

Dasar membuat game, kata Aditia, sebenarnya lebih pada kreativitas, bukan pada masalah teknis. Karena, kata Aditia, video game tuh bukan sekadar permainan menembak atau menaklukkan halang rintang. Tetapi, ada unsur cerita dan konsep yang membalut permainannya. Cerita yang menarik harus diimbangi dengan konsep game play yang sesuai, toh.

Dalam pembuatan game, semua tergantung pada selera dan kemampuan orang yang akan membuatnya. Untuk mereka yang mengerti tentang bahasa pemrograman, akan cenderung membuat game yang lebih kompleks, seperti jenis role playing game atau jenis petualangan yang sarat dengan gerakan-gerakan sulit atau level yang beragam.

Orang-orang seperti ini juga sudah memahami bahasa script yang menentukan gerakan atau kondisi-kondisi dalam game. Misalnya, untuk menentukan karakter akan melompat jika di depannya terdapat batu dengan menekan tombol tertentu, maka sederet kode script harus dituliskan.

"Tapi, untuk mereka yang tidak suka hal yang rumit, bisa menggunakan software pembuat game di internet," ujar Aditia.

Saat ini sudah sangat banyak jenis-jenis perangkat lunak di internet yang bisa membantu membuat beragam game sesuai keinginan. Seperti Adventure Maker, Game Maker 7.0, atau untuk game yang lebih sederhana bisa mengakses www.spolder.com.

Melalui software yang dapat diakses via internet ini, pembuat game sudah banyak diberikan kemudahan. Mouse komputer mempunyai peran penting lho. Pegang mouse, lalu klik kiri dan kanan deh. Mudah banget.

Selain proses pembuatan game yang mudah, pada beberapa situs menawarkan kompetisi berhadiah uang bagi mereka yang bisa menciptakan game terbaik. "Jadi yang terpenting adalah kreativitas," kata Aditia. kim

(-)
Republika Online, Sabtu, 22 Agustus 2009 pukul 01:45:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar